Akhirnya DPR Siap Gulirkan Pansus Sumber Waras

JAKARTA– Hasil audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menemukan penyimpangan dalam pembelian lahan Rumah Sakit (RS) Sumber Waras bergulir ke ranah politik.
DPR berencana membentuk panitia khusus (pansus) untuk mengusut berbagai kejanggalan itu. Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengungkapkan, pembelian lahan RS Sumber Waras menjadi polemik setelah ditemukan banyaknya permasalahan, mulai penentuan lokasi, penganggaran yang diduga tak sesuai prosedur, hingga ditemukannya kerugian negara oleh BPK. Persoalan ini juga memicu perang opini publik yang berlarutlarut.
“Kalau sudah melingkupi masalah yang jadi perhatian publik bahkan nasional dengan angka kerugian negara besar, tidak jadi soal jika DPR membentuk Pansus Sumber Waras,” kata Fadli di Jakarta kemarin. Dia menuturkan, pansus dapat terbentuk sepanjang usulan anggota DPR dan lebih dari 25 legislator menyetujuinya. Mengenai keberadaan Pansus Sumber Waras yang dibentuk anggota DPRD DKI Jakarta, Fadli tidak mempermasalahkan.
“Karena gubernur itu perpanjangan pemerintah pusat. Walaupun DPRD DKI telah membuat pansusnya, itu kira-kira bisa jadi bahan untuk diangkat ke tempat lebih tinggi. Selain itu, dalam kasus ini ada keterkaitan dengan (tugas) BPK dan KPK,” ujarnya. Fadli menegaskan, berdasarkan pengamatan langsung di lapangan dan berbagai keterangan yang dikumpulkannya, Pemprov DKI tidak teliti dalam membeli lahan Sumber Waras. Hal ini antara lain dibuktikan dengan keberadaan lahan yang merupakan tanah terkunci (tidak ada akses masuk, kecuali milik orang lain).
Selain itu, Pemprov tidak menawar harga yang disodorkan Sumber Waras. Ini jelas di luar kelaziman transaksi jual-beli. Seperti diberitakan, hasil audit investigatif BPK menemukan enam penyimpangan dalam pembelian lahan RS Sumber Waras yang merugikan negara hingga Rp191,3miliar. Hasil audit ini telah diserahkan ke KPK pada 7 Desember 2015.
Terhadap audit itu, KPK terus mendalami dugaankorupsidalamtransaksiyangdilakukan antara Pemprov DKI Jakarta dan Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW). Sejumlahsaksitelahdiperiksa antara lain Ketua YKSW Kartini Muljadi dan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Kemarin KPK kembali memeriksa Kartini dalam perkara yang sama. Ketua Panitia Kerja Penegakan Hukum Komisi III DPR Desmond J Mahesa mengingatkan, hasil audit investigatif BPK merupakan permintaan KPK. Karena itu, pandangan yang menyatakan BPK tidak profesional adalah tidak benar.
Dia menuturkan, untuk mengetahui secara menyeluruh kasus ini, Komisi III berencana meminta keterangan pimpinan KPK terdahulu. “Mengapa? Karena pada saat menerima hasil audit investigasi BPK, pimpinan KPK masa itu masih dijabat oleh Pak Ruki (Taufiequrachman Ruki) dan Pak Zul (Zulkarnain),” ungkapnya seusai bertemu pimpinan dan auditor BPK di Gedung BPK, Jakarta, kemarin.
Di tempat sama, Wakil Ketua Komisi III DPR Benny K Harman memaparkan nilai kerugian negara yang terjadi dalam transaksi lahan Sumber Waras. Berbeda dengan keterangan yang disampaikan BPK, Komisi III DPR menyatakan nilai kerugian negara Rp173 miliar. Nilai kerugian tersebut berbeda dengan hasil pemeriksaan reguler yang dilakukan BPK pada 2014. Hasil pemeriksaan laporan keuangan Pemda DKI 2014 terkait pembelian tanah RSSW dinyatakan oleh BPK terindikasi kerugian negara senilai Rp191,3 miliar.
“Semula itu temuan BPK Perwakilan DKI di indikasinya adanya kerugian negara Rp191 miliar. Setelah dilakukan audit investigasi, hasil final kerugian negara sedikitnya Rp173 miliar,” ucap dia. Namun, BPK belum mengonfirmasi keterangan ini.
Naikkan ke Penyidikan
Sejumlah kalangan kembali berharap KPK segera menuntaskan kasus Sumber Waras. Berlarutnya penanganan kasus itu tidak hanya memunculkan keraguan terhadap lembaga pemberantas korupsi itu, namun juga memunculkan berbagai spekulasi dan opini. Pengamat hukum tata negara Margarito Kamis menilai sudah sewajarnya KPK meningkatkan kasus ini dari tahap penyelidikan ke penyidikan. Dia pun mendesak agar KPK menetapkan tersangka.
“Apa yang ditunggu, ini sebenarnya masalah simpel. Kesalahan administrasi oleh Pemprov DKI telah membuat kerugian negara, ini sudah dilaporkan BPK kepada KPK. Jadi apa lagi yang musti ditunggu,” kata Margarito. Dia melihat banyak pelanggaran yang dilakukan pemprov, misalnya pembayaran yang dilakukan di akhir tahun anggaran 2014. Pola pembayaran itu melanggar Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 55 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara serta Penyampaiannya.
Tokoh masyarakat Tionghoa, Lieus Sungkharisma, meyakini Ahokbakalterjerat kasusSumber Waras. Keyakinan ini dilandasi hasil audit BPK yang menyatakan telah terjadi kerugian negara secara sempurna. “Ahok mimpi bisa lolos dari kasus Sumber Waras,” katanya.
KPK Periksa Kartini
Penyidik KPK kemarin memanggil Ketua YKSW Kartini Muljadi terkait kasus dugaan korupsi pembelian lahan RS Sumber Waras. Pemanggilan ini merupakan yang kedua kalinya setelah dia diperiksa Senin (11/4) lalu. Kartini tiba di Gedung KPK sekitar pukul 10.00 WIB. Turun dari Toyota Alphard, Kartini yang mengenakan baju hijau langsung dibawa menggunakan kursi roda ke ruang penyidik. Tak ada sedikit pun komentar yang dilontarkannya.
Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati mengatakan, Kartini diperiksa terkait dengan hasil audit BPK mengenai pembelian lahan Sumber Waras. Dalam kasus ini, KPK kemungkinan akan memanggil sejumlah saksi lain. Tidak menutup kemungkinan Ahok juga bakal kembali diperiksa. “Nanti tergantung apakah penyelidik masih membutuhkan keterangannya,” ujar Yuyuk.
Sementara itu, Ahok menepis RS Sumber Waras memilikitunggakanpajakbumidan bangunan (PBB) ketika dibeli Pemprov DKI Jakarta pada 2014. Menurutnya, tidak mungkin pemprov melakukan transaksi jika diketahui masih ada tanggungan. Ahok menjelaskan, di dalam undang-undang notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tidak boleh melakukan transaksi jual-beli bila tunggakan pajaknya belum lunas. Dia pun meminta media tidak membolak- balikkan fakta.
Dalam hasil audit investigatif, BPK sebelumnya menemukan enam penyimpangan dalam pembelian lahan RS Sumber Waras. Satu di antaranya Pemprov DKI membayar lahan ketika RS Sumber Waras masih menunggak PBB sekitar Rp6,6 miliar.
Saat ini pun RS Sumber Waras masih memiliki tunggakan PBB senilai Rp2.501.685.960. Utang tersebut diketahui ketika memasukkan nomor objek pajak lahan Sumber Waras ke situs jakarta.go.id/web/sptpbb.“Status belum lunas,” demikian bunyi informasi yang tercantum pada situs tersebut.[sind]
Post a Comment